Pengembara yang masih tertatih berjalan di bawah bayang fatamorgana

Mantari Bungsu ©

About

Blog ini merupakan catatan pribadi dan kutipan serta tulisan dari berbagai sumber yang penulis rasa layak untuk di publish dan semoga dapat menjadi salah satu bahan referensi dan bacaan yang sifatnya untuk konsumsi personal dan atau lembaga.
Berbagai tulisan terkait pendidikan, agama dan budaya menjadi fokus kami dalam menyajikan tulisan dihadapan netizer.
Berbagai kritikan dan saran serta pandangan dan apresiasi kami harapkan dari netizer yang sempat singgah di blog ini.
Terimakasih.

Resume

Employment

Abdi Negara

Education

IKIP Padang

Portfolio

Dongeng Tsunami 01

1. Gunug Tua dan Mobil Tua 

Sore itu - kamis, 27 Oktober 2005, kami sekeluarga sedang menelusuri jalanan yang rusak parah, penuh genangan air dan gundukan tanah liat menuju kampung halaman untuk bersimpuh di kaki ayah bunda pada lebaran fitri tahun itu. Mobil tua yang saya kendarai adalah sebuah mobil sedan kecil berlabel keluaran tahun 1979. Dalam kondisi lelah dan mengantuk, mobil tetap saya upayakan untuk mengendalikannya agar jangan terpeleset atau kandas dalam lobang yang cukup dalam, namun tiba-tiba tali klos mobil saya tidak berfungsi, sehingga dengan mendadak mobil harus saya hentikan. 
Di tengah perjalanan yang hanya dikawal oleh hutan karet dan sawit itu, saya membantin: "Malam ini kami harus tidur dalam hutan tanpa penghuni, mana suasana puasa lagi, ada sedikit rasa ketakutan dalam hati, mengingat wilayah tersebut belum saya kenal dengan baik".  Dalam suasana kesal, sedih dan rasa takut, saya turun dari mobil dan membuka kap mobil untuk melihat apa yang terjadi, semoga saya bisa memperbaikinya sendiri dengan bantuan teman dari jarak jauh melalui telpon seluler. Setalah dipandu oleh seorang teman melalui HP, saya baru dapat mengidentifikasi apa yang salah dengan mobil ini, ternyata spi tali clos nya sudah tidak ada lagi, mungkin copot atau patah. 
Saya mencoba mengikatkan kawat yang kebetulan ada di dalam mobil, untuk menggantikan sementara spy tali clos yang hilang, ternyata setelah beberapa kali saya coba, tidak mendapatkan hasil apapun, malah cucuran keringat dan keletihan yang saya dapatkan ditengah senja puasa Ramadhan 1426 H itu. 
Dari arah belakang, datang sebuah truk besar yang saya perkirakan isinya adalah minyak kelapa sawit. Sopir dan orang yang ada dalam truk tersebut hanya melihat sambil memberi isarat bahwa dia tidak bisa membantu dan truk itupun berlalu, demikian juga dengan beberapa mobil penumpang yang beriringan dengan truk tersebut, mereka hanya melihat dan lewat begitu saja. Saya mulai putus asa dan membayangkan bahwa malam itu, kami akan tidur dalam hutan itu.  Dalam kebingungan dan sambil terus mencari cara agar tali clos mobil bisa berfungsi lagi, terdengar dari arah belakang suara gaduh dan rem mobil yang injak mendadak, ternyata sebuah mobil pic-up tua yang berisi muatan kayu bakar untuk dapur, behenti persis di belakang mobil kami dan tidak lama kemudian sopirnya pun turun sembari bertanya: 
"Kenapa mobilnya Pak?" tegus sopir pic-up sambil memperhatian kebawah kap mobil yang sedang terbuka. 
"Spi tali klos saya hilang bang, nggak tau cara perbaikinya" saya menjawab dengan setengah pasrah.
"Sebentara dek, (sapaan Bapak telah berubah adek, karena memang dia lebih tua dari saya) saya coba lihat dulu mungkin di mobil saya ada alat-alat yang bisa kita pakai untuk memfungsikan tali klos mobil ini" tawaran spontan supir itu. .
Tidak lama berselang, sopir tadi kembali bersama istrinya membawa setentengan alat-alat perbaikan mobil yang dibungkus dengan bungkusan plastik kresek. Keluarga saya dan istri sopir tersebut kemudian saling berkenalan dan Abang supir tadi mengeluarkan semua peralatan yang ada dan mencari di antara alat-alat tersebut ada yang cocok dijadikan pengganti spi tali klos mobil saya.  
Sambil bersama-sama mengakali alat untuk ganti spi tali klos itu, kami saling berkenalan,  Abang supir ini, ternyata bernama Tagor, jadi saya sapa dengan sebutan Bang Tagor.
Istri Bang Tagor yang banyak bertanya dan bercerita,  baik dari mana kami, mau kemana dan segala hal ditanyakan oleh Istri Bang Tagor, sehingga saat saya jawab bahwa kami dari Aceh, Istri Bang Tagor semakin bersemangat mengajak bicara. Dari semua percakapan itu, salah satu yang menarik buat saya adalah saat dia sampaikan bahwa Ibunda dari Istri Bang Tagor hilang ditelan Tsunami. Ibunda kakak tersebut ternyata dua hari sebelum Tsunami, berangkat dari Gunung Tua menuju Kota Banda Aceh untuk menjenguk cucunya yang baru lahir. Adek dari Istri Bang  Tagor ini rupanya ada yang menetap di Banda Aceh, tepatnya kawasan perumahan Kaju, kawasan yang sangat parah diterjang Tsunami, hampir tidak ada sisa bangunan di kawasana tersebut.
Saat itulah, saya membantin dan pikiran saya mulai menerawang pada peristiwa 14 Desember 2004:
"Ternyata kalau Allah memanggil dan menghendaki seseorang meninggal dibawa oleh gelombang Tsunami, dari wilayah yang sangat jauh pun, mendapat panggilan Nya. Seakan-akan Tsunami memanggil Ibu itu untuk datang dan menghantarnya nyawanya dibawah gelombang Tsunami"
Saya mulai kembali terbawa pada suasana yang baru 10 (sepuluh bulan) berlalu, dimana tempat kami tinggal juga digulung oleh Gelombang Tsunami yang begitu dahsyat.
Kami sekeluarga tinggal bersama 436 orang santri dan tiga puluhan Ustadz/Ustadzah serta keluarga pimpinan Dayah Terpadu Inshafuddin waktu itu, yaitu Drs. Tgk. H. M. Daud Hasbi. Beliau mempunyai tiga orang putra dan putri. Tgk. H. M, Daud Hasbi beserta keluarganya pada pagi itu sedang berada di Asrama Embarkasi Haji Banda Aceh, karena beliau salah seorang petugas yang mengurus keberangkatan haji dari Embarkasi Haji Banda Aceh ke Mekkah.
Pagi itu, tanggal 26 Desember 2004, selesai shalat subuh, saya kembali tidur karena masih sangat mengantuk, pada malam sebelumnya saya sudah larut malam baru bisa tidur setelah selesai mengurus berbagai persoalan dayah dan rapat dengan dewan guru (ustad/ustadzah). Sementara istri saya sebagaimana kebiasaannya sehari-hari, selesai Shalat subuh, mulai bergerak ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi dan bersiap-siap untuk membuka kantin dayah natinya setelah pukul 07.30 pagi.
Tiba-tiba sekitar pukul 07.20 saya dibangunkan oleh istri sambil menjerit-jerit kalau saat itu sedang terjadi gempa yang kuat. Sambil bangun dan dalam suasana setengah sadar, saya merasakan goncangan yang sangat kuat dan dengan terhuyung-huyung, saya berjalan ke luar rumah sambil merayap berpegangan di dinding. Anak-anak dan semua personil yang ada di rumah saat itu, telah berada di depan rumah. Suara gemuruh dan gaduh serta guncangan yang begitu kuat membuat keseimbangan kesadaran saya menjadi tidak stabil, sembari mengucapkan kalimat syahadat dan takbir, saya terpental di pekarangan depan rumah, rasanya saya sedang berada dalam ayakan besar, badan bergeser kesegala arah tanpa dapat saya kendalikan, saya waktu itu berfikir: "Apakah ini kiamat??? tetapi kok tanda-tanda kiamat yang saya ketahui dan saya yakini menurut agama saya belum ada?!!!" dalam zikir dan takbir ditengah gunjangan hebat itu, masih sempat rupanya pikiran saya menjalar ke arena logika agama yang saya yakini.




Category

No comments:

Popular Post

Comments

Videos

Formulir Kontak

♖Your Name :
✎Your Email *required
✉Your Message *required